PT Fin Komodo Teknologi

Mobil Fin Komodo Besutan Mantan Karyawan IPTN

0 komentar

Saat gonjang-ganjing di PT Dirgantara Indonesia (DI), atau dulu bernama IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio), Ibnu Susilo yang sudah bekerja lama di perusahaan pembuat pesawat terbang ini terpaksa harus hengkang pada 2004 demi masa depan kariernya. Insinyur dari Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya ini kemudian mendirikan perusahaan sendiri bernama PT FIN Tetra Indonesia (FTI), bergerak di bidang engineering dan teknologi.

Tak sia-sia usaha kelahiran Lamongan 29 Mei 1961 ini karena perusahaaannya itu bisa berkibar. Beberapa proyek penting telah dikerjakannya, antara lain, proyek desain dan analisis composite dan non composite materials untuk bagian sayap dan ekor pesawat Airbus A380 dan A400M versi militer. “Sebenarnya yang mendapat proyek itu Malaysia. Saya dikontak langsung oleh orang Airbus untuk proyek tersebut. Dengan personal guarantee dari saya, saya membawa tim saya ke sana. Itu proyek dari tahun 2005-2007,” kata CEO FTI ini,

Namun, yang menarik dari bisnis Ibnu adalah membuat mobil sendiri yang diberi nama Fin Komodo (off road utility car). Kendati berbodi mungil, kendaraan ini mampu melahap medan-medan terjal di pergunungan dan perkebunan dengan konsumsi BBM yang irit. Mobil ini mampu melaju hingga 60 km/jam dengan konsumsi bensin 20 km/liter untuk medan hutan. “Mobil ini dibuat dengan menggunakan metode perancangan pesawat terbang,” kata mantan Kepala Departemen Master Dimension Definition PT DI yang bertanggung jawab pada seluruh bentuk perancangan pesawat terbang N-250 ini.

Ibnu mulai merancang mobil Komodo ini sejak 2006. Ini merupakan proyek dirinya yang tertunda. Ia pun merekrut tenaga ahli untuk mengerjakan desain aerodinamika, desain bodi mobil dan sebagainya. “Ada sebagian mantan pekerja PT DI dan sebagian lagi dari luar,” ia menerangkan.

Selama tiga tahun dirinya terus berkutat dengan riset dan pengembangan mobil ini. Kebetulan Ibnu menguasai soal desain dan alur kerja proses perancangan mobil lantaran ia pernah menjabat sebagai kepala insinyur desain mobil nasional Maleo di pertengahan 1990-an. “Saya tahu proses perancangan dan desain mobil, termasuk manufakturnya, dari para vendor produsen otomotif, seperti vendor General Motors,” katanya mengenang.

Tentu saja pengalamannya itu digabungkan dengan sejumlah pengalamannya selama 22 tahun di industri strategis, mulai dari pesawat terbang hingga otomotif. “Pengetahuan ini tidak ada di buku-buku teks pelajaran maupun buku teks bisnis,” ia mengungkapkan. Maka, berbekal pengetahuan dan keahlian itulah ia berhasil membuat Fin Komodo yang saat ini sudah dipasarkan.

Untuk riset dan pengembangan mobil yang sangat cocok sebagai kendaraan di perkebunan, pertambangan, penyelamatan darurat di hutan dan keperluan militer ini, Ibnu menghabiskan investasi di atas Rp 3,5 miliar. Sementara, perakitan mobil ini dilakukan di bengkel kerja milik Ibnu di atas tanah seluas 1.000 m2 di Cimahi, Bandung, Jawa Barat. Tempat ini juga bisa dijadikan arena test drive mobilnya itu.

Dalam pembuatan komponen penunjang, ia pun sudah memikirkan sampai hal sekecilnya. Untuk mesin misalnya, Ibnu mencari dari produsen mesin di Jepang yang lantas dipesannya. Sementara, untuk komponen penunjangnya, seperti gir roda pemutar belakang, dibuatnya sendiri bekerjasama dengan 15 UKM binaannya. Mereka membuat sebagian dari 1000 komponen mobil off road kecil tersebut.

Untuk pemasarannya, selain menggunakan jalur pameran menggunakan website www.finkomodo.com, juga melalui account Facebook yang berisi video test drive-nya. Selain itu, dirinya menggunakan milis alumnus almamaternya, serta mantan murid bimbingan belajarnya di Surabaya dulu semasa dia kuliah.
Peminat mobil Komodo ini tidaklah sedikit, termasuk dari luar negeri. Sejak Mei lalu sudah terjual 10 unit. Sayang, yang jadi kendala saat ini, Ibnu tidak mampu memenuhi pesanan karena ketiadaan modal serta kesulitan mencari partner yang tidak bermental pedagang. “Saya tidak mau partner yang mikirnya sekarang tanam besok untung. Saya mau yang memikirkan perkembangan usaha ini, memikirkan juga R&D-nya,” ungkap Ibnu, yang mengaku sudah banyak pengusaha yang meminangnya, tapi ia merasa belum cocok. “Kalau kendala ini teratasi, saya akan meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 10 unit perbulan,” kata suami Reny Krisnawati Ch dan ayah dari Aviantara Karisma Putra (17 tahun) ini.

Sementara itu, seorang pelanggan mobil Fin Komodo, Akhyar Ma'as, mengatakan dirinya tertarik membeli mobil ini suka karena hemat bahan bakar, serta tangguh untuk segala medan yang terjal dan berbukit. “Saya juga mau pesan lagi untuk kantor saya di Semarang,” ujar pemilik Grup Mapati, perusahaan trading yang kantor cabangnya di beberapa kota ini.

Pelanggan lainnya, Irwan, mengaku tertarik membeli Fin Komodo karena kualitas produknya bagus dan irit bahan bakar. Mobil ini digunakan untuk mengawasi kebun pohon kamper milik perusahaannya seluas 20 hektar di Singaparna, Jawa Barat. Terlebih, ini adalah produk dalam negeri. “Kami juga sedang menunggu kiriman mobil tersebut,” ujar Financial Controller PT Mitra Energi, Jakarta sambil menyebut ia membeli Fin Komodo dua bangku seharga Rp 55 juta.

Dalam pandangan Andre Vincent Wenas, fenomena Ibnu Susilo sangat menarik. Menurutnya, di sini ada dua dunia terpisah, antara idealisme Ibnu dengan keinginannya mendekati pasar, yakni komersialisasinya. Sebenarnya pasar itu logikanya sederhana, yaitu bisa memenuhi needs, wants dan ada purchasing power. “Jadi sekarang yang jadi PR bagi Ibnu adalah memroduksi secara komersial dan dia juga harus bisa melakukan rekonsiliasi atas idealismenya,” ujar Presdir Global Solution Institute ini memberi masukan.


Dede Suryadi dan Eddy Dwinanto Iskandar
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : PT Fin Komodo Teknologi | Creating Website | Dewa Yuniardi | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2008. Fin Komodo Offroad - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger